MAKALAH HIGH ORDER THINKING SKILL (HOTS)


HIGH ORDER THINKING SKILL
KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI
OLEH
KADEK YUNANDA LUXIANA PARWATA
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “High Order Thinking Skill: Kamampuan Berpikir Tingkat tinggi”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.        A.A. Istri Agung Rai Sudiatmika selaku dosen pengampu mata kuliah Asesmen dan Evaluasi Pendidikan IPA yang telah memberikan tugas makalah sehingga penulis dapat mengembangkan kemampuan diri dalam menulis makalah.
2.        Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Pendidikan IPA yang telah banyak memberikan masukan untuk penyempurnaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna seperti apa yang diharapkan, untuk itu mohon kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

Om Santhi, Santhi, Santhi Om  




Gianyar, November 2018


Penulis


DAFTAR ISI

PRAKATA............................................................................................................    i
DAFTAR ISI.........................................................................................................    ii
DAFTAR TABEL................................................................................................    iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................    1
1.1.   Latar Belakang................................................................................................    1
1.2.   Rumusan Masalah...........................................................................................    2
1.3.   Tujuan Penelitian.............................................................................................    2
1.4.   Manfaat Penelitian..........................................................................................    2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................    3
2.1.Definisi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)...............................       3
2.2.Faktor yang mempegaruhi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)..       4
2.3.Berpikir kritis dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)............       6
2.4.Berpikir kreatif dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT).........       8
2.5.Asesmen Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT).............................       11
BAB III PENUTUP..............................................................................................    15
3.1.Kesimpulan.......................................................................................................    15
3.2.Saran.................................................................................................................    15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................    16




BAB I
 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Seperi yang telah kita ketahui bersama bahwa kurikulum pendidikan yang saat ini diterapkan di Indonesia adalah kurikulum 2013. Menurut Kemendikbud dalam kurikulum 2013, pola pembelajaran kurikulum 2013 menekankan kepada high order thinking skill. Menurut Zaini dalam Julianingsih (2017) berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir yang mengkombinasikan anatar berpikir kritis dan berpikir kreatif. Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau dalam bahasa inggrisnya Higher Order Thinking Skill adalah pola berpikir siswa dengan mengandalkan kemampuan untuk menganalisis, mencipta, dan mengevaluasi semua aspek dan masalah. Yunistika (2016) menambahkan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu modal utama bagi peserta didik dalam mempelajari sains. Peserta didik membutuhkan keterampilan berpikir tertentu untuk memecahkan masalah/fenomena yang terdapat dalam persoalan yang ditemukan dalam mata pelajaran sains. Hal ini dikarenakan konsep-konsep sains erat kaitannya dengan berbagai sistem kehidupan dan lingkungan yang kompleks.
Menurut taksonomi Bloom yang telah direvisi proses kognitif terbagi menjadi kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking). Kemampuan yang termasuk LOT adalah kemampuan C1: mengingat (remember), C2: memahami (understand), dan C3: menerapkan (apply), sedangkan HOT meliputi kemampuan C4: menganalisis (analyze), C5: mengevaluasi (evaluate), dan C6: menciptakan (create) (Anderson dan Krathwohl dalam Istiyono dkk). Berdasarkan tingkat berpikir tersebut maka diperlukan teknik penilaian yang terperinci sesuai dengan indikator keterampilan berpikir tingkat tingkat (KBTT) pada masing-masing domain taksonomi Bloom.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirasa perlu untuk memahami tentang keterampilan berpikir tingkat tingkat (KBTT) yang meliputi definisi, prinsip, teori dan penilaian KBTT agar sebagai pendidik mampu menjalankan tuntutan dari kurikulum yang digunakan khususnya kurikulum saat ini yaitu kurikulum 2013.

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Apakah definisi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?
2.      Apa saja faktor yang mempegaruhi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?
3.      Bagaimana peran berpikir kritis dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?
4.      Bagaimana peran berpikir kreatif dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?
5.      Bagaimana asesmen Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?

1.3.Tujuan
Tujuan yang ingin dicapain dari tulisan ini adalah mengetahui hal-hal sebagai berikut.
1.      Definisi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
2.      Faktor yang mempegaruhi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
3.      Berpikir kritis dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
4.      Berpikir kreatif dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
5.      Asesmen Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)

1.4.Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan melalui makalah ini adalah menjadi salah satu sumber informasi yang dapat digunakan sebagai referensi dalam pemahaman mengenai keterampilan berpikir tingkat tinggi (KBTT) dan asesmen yang digunakan pada KBTT tersebut sebelum menerapkannya dilapangan dan sebagai referensi dalam meningkatkan cara mengukur peningkatan prestasi peserta didik sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 tentang pola pembelajaran high order thinking skill.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
Terdapat tiga istilah yang berkaitan dengan keterampilan berpikir, yang sebenarnya cukup berbeda; yaitu berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), berpikir kompleks (complex thinking), dan berpikir kritis (critical thinking). Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term memory. Berpikir kompleks Berpikir kritis merupakan salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik. Lawan dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif, yaitu jenis berpikir divergen, yang bersifat menyebar dari suatu titik. adalah proses kognitif yang melibatkan banyak tahapan atau bagian-bagian (Rianawati, 2011).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru (Heong dkk, 2011). Berpikiir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi daripada sekedar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorangpersis seperti sesuatu itu disampaikan kepada kita. Wardana (2010) mengatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yang kompleks, reflektif dan kreatif yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis, evaluatif, dan mencipta.
Menurut Ibid dalam yunistika (2016) definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi didapatkan dari hasil investigasi terhadap tiga area yang memberikan kontribusi dalam memahami keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan lebih baik. Adapun ketiga area tersebut antara lain yaitu: (a) pandangan yang berbeda dari filsuf dan psikolog terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi; (b) usaha untuk membedakan antara keterampilan berpikir tingkat rendah dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan (c) sebuah gambaran yaitu mengenai hubungan antara berpikir kritis dan berpikir pemecahan masalah dengan istilah keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Menurut Piaget dalam Yunistika (2016), keterampilan berpikir tingkat tinggi bersifat abstrak dan logis. Abstrak yang dimaksud oleh Piaget adalah “terlepas dari persepsi dan tindakan yang rata-rata dilakukan”. Berpikir yang terikat pada satu persepsi atau aksi tertentu merupakan keterampilan berpikir tingkat rendah seperti contoh pada tahap sensori motorik atau praoperasional. Berpikir dengan lebih sedikit terikat pada persepsi dan tindakan merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hal ini dapat dicontohkan seperti berpikir konkrit dan operasional formal. Dengan kata lain, keterampilan berpikir tingkat tinggi yang abstrak dan logis menuntut anak yang dalam hal ini peserta didik untuk mampu berpikir konkret dan operasional formal.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi muncul ketika seseorang menerima informasi baru dan informasi tersebut dimasukkan ke dalam memori dan informasi tersebut dikaitkan antara satu dengan yang lain untuk mencapai sebuah tujuan atau menemukan jawaban yang memungkinkan dalam menjawab sebuah situasi yang membingungkan (Lewis dan Smith, 1993). Selanjutnya Pertiwi (2014) menjelaskan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi berpikir kritis, logis, reflektif dan kreatif. Keterampilan berpikir tingkat tinggi diaktivasi ketika individu mendapatkan masalah. Masalah yang sangat kompleks sering membutuhkan solusi yang kompleks dimana diperoleh dari proses berpikir tingkat tinggi.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan untuk mengolah informasi secara berpikir kritis, logis, reflektif dan kreatif untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai situasi. Dalam tulisan ini, KBTT difokuskan pada keterampilan berpikir kritis dan kreatif.

2.2.Faktor yang Mempegaruhi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
Menurut Stephen dalam Yunistika (2016) untuk mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi oleh peserta didik dalam sebuah pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut diantaranya adalah perbedaan pegetahuan dan keterampilan guru, serta pengaruh lingkungan.
Guru memegang tugas yang penting sebagai fasilitator dan pembimbing dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya semakin berpendidikan tinggi dan berpengalaman seorang guru akan memberikan pengaruh dalam mengajarkan keterampilan berpikir tingkat tinggi kepada peserta didik. Guru yang telah lebih banyak memahami isu-isu pedagogik serta menjadi ahli dalam bidang tersebut akan memberikan proses pembelajaran dengan menjadikan keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai tujuan pengajaran serta akan diajarkan dengan frekuensi yang lebih banyak dibandingkan dengan guru yang lebih kurang pengetahuan dan keterampilannya dalam mengajar.
Pengaruh yang diberikan oleh lingkungan sangat beragam. Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di luar guru dan siswa itu sendiri. Seperti contoh aturan birokrasi tempat guru mengajar yang bertujuan terlalu membiasakan pekerjaan yang dilakukan oleh guru akan menurunkan semangat guru untuk mengajarkan keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai tujuan pengajaran kepada siswa. Sehingga, dengan kata lain guru hanya dibiarkan menggunakan model/metode lama dalam mengajar.
Selain faktor-faktor diatas, terdapat beberapa prinsip yang harus dipahami dalam penerapan KBTT. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
-            Keterampilan berpikir tidak otomatis dimiliki siswa.
-            Keterampilan berpikir bukan merupakan hasil langsung dari pembelajaran suatu bidang studi.
-            Pada kenyataannya siswa jarang melakukan transfer sendiri keterampilan berpikir ini, sehingga perlu adanya latihan terbimbing.
-            Pembelajaran keterampilan berpikir memerlukan model pembelajaran yang berpusat kepada siswa (student-centered).
Prinsip-prinsip tersebut menjelaskan bahwa KBTT memerlukan proses pengolahan informasi yang mendalam dan tidak “muncul” begitu saja. Untuk memiliki kemampuan pengolahan informasi yang baik, maka diperlukan adanya latihan untuk melatihkan kompetensi berpikir tingkat tinggi siswa. Menurut Adang (1985), Suastra & Kariasa (2001), siswa hendaknya diberi kesempatan sebagai berikut.
-          Mengajukan pertanyaan yang mengundang berpikir selama proses belajar mengajar berlangsung.
-          Membaca buku-buku yang mendorong untuk melakukan studi lebih lanjut.
-          Memodifikasi atau menolak usulan yang orisinil dari temannya, guru atau dari buku pelajaran.
-          Merasa bebas dalam mengajukan tugas pengganti yang mempunyai potensi kreatif dan kritis.
-          Menerima pengakuan yang sama untuk berpikir kreatif dan kritis seperti juga untuk hasil belajar yang berupa mengingat.
-          Memberikan jawaban yang tidak sama persis dengan yang ada dalam buku, namun konsep atau prinsipnya benar.
Adanya pengaruh yang positif dari berbagai faktor dan latihan yang intensif diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan KBTT.

2.3.Berpikir Kritis dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
Salah satu jenis berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis (Yunistika, 2016; Pertiwi, 2014). Berpikir kritis bersifat masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan (Brookhart, 2010). Yunistika (2016) menyebutkan bahwa istilah keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan gambaran mengenai hubungan antara berpikir kritis dan pemecahan masalah. Dengan kata lain dalam KBTT, kemampuan berpikir kritis berfokus pada kemampuan seseorang memecahkan masalah (Problem Solving) yang dihadapi. Brookhart (2010) merumuskan 5 langkah IDEAL memecahkan masalah dengan berpikir kritis sebagai berikut.
I     Identify the problem. Identifikasi masalah
D   Define and represent the problem. Mendefinisikan dan menetapkan masalah.
E    Explore possible Strategies. Mengeksplorasi strategi yang mungkin dilakukan.
A   Act on the strategies. Menerapkan strategi yang dipilih.
L    Look back and evaluate the effects of your activities. Melihat kembali dan mengevaluasi kegiatan yng dilakukan.
Sama seperti prinsip KBTT, kemampuan berpikir kritis tidak otomatis dimiliki siswa dan memerlukan latihan. Membaca soal-soal berpikir kritis tidak akan membuat siswa memiliki kemampuan berpikir kritis begitu saja. Diperlukan proses berpikir yang mendalam dan latihan berulang-ulang. Johnson (2002) mengungkapkan 8 langkah yang dapat digunakan untuk melatih proses berpikir kritis. Kedelapan langkah ini disusun dalam bentuk pertanyaan yang sistematis (berurutan) untuk meneliti secara menyeluruh setiap masalah, isu, proyek, atau keputusan yang dihadapi. Kedelapan pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.
1.Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang dipertimbangkan? Ungkapkan dengan jelas.
2.      Apa sudut pandangnya? Sudut pandang memaksa seseorang menempatkan diri pada posisi tertentu sehingga solusi yang diharapkan menjadi terfokus untuk satu tujuan.
3.      Apa alasan yang diajukan? Tugas pemikir kritis adalah mengidentifikasi dan bertanya alasan dibalik masalah yang ditemukan.
4.      Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat? Asumsi adalah ide-ide yang dapat diterima dalam permasalahan dan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
5.      Apakah bahasanya jelas? Seorang pemikir harus mampu memahami permasalahn yang dihadapi untuk dapat mengkritisinya. Bahasa yang tidak jelas dapat menyebabkan miskonsepsi terhadap asumsi.
6.      Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang menyakinkan?
7.      Apakah kesimpulan yang dapat diambil? Kesimpulan yang diambil harus memberikan solusi dari isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang dipertimbangkan, utamanya dari sudut pandang pemikir.
8.      Apakah implikasi dari kesimpuan yang diambil? Pemikir kritis harus memperkirakan segala kemungkinan yang dapat terjadi dalam menerapkan suatu pemecahan terhadap isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang dipertimbangkan
Berikut adalah contoh permasalahan yang membutuhkan proses KBTT berpikir kritis.
Apakah persamaan hewan-hewan berikut.
(1) Gajah, (1) Jerapah, (3) Tikus, (4) Monyet, (5) Cicak, (6) Ayam?

Proses berpikir kritis dalam pemecahan masalah diawali dengan identifikasi masalah. Masalah yang ditemukan adalah mencari persamaan berbagai jenis hewan. Selanjutnya mendefinisikan dan menetapkan masalah. Diketahui bahwa hewan yang disajikan dalam masalah berasal dari spesies yang berbeda, setiap spesies yang berbeda memiliki ciri fisik yang berbeda pula, maka dapat ditetapkan bahwa masalah dapat ditinjau dari ciri-ciri fisik hewan tersebut.
Setelah pokok permasalahan ditetapkan, selanjutnya mengeksplorasi strategi yang mungkin dilakukan. Ditetapkan masalah ditinjau berdasarkan ciri hewan, maka strategi yang harus ditetapkan adalah mengklasifikasi bagian-bagian tubuh yang dimiliki hewan. Setelah diklasifikasi, dapat diketahui bahwa keenam hewan tersebut memiliki satu bagian tubuh yang sama, yakni ekor. Langkah terakhir adalah mengevaluasi apakah seluruh hewan yang terdapat di ambar benar-benar memiliki ekor. Setelah melakukan evaluasi, dapat dibuktikan bahwa persamaan keena hewan tersebut adalah sama-sama memiliki ekor.

2.4.Berpikir Kreatif dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
Berpikir kreatif merupakan salah satu ciri KBTT (Wardana 2010; Pertiwi 2014). Kreatif berarti meletakkan sesuatu dalam cara yang baru (secara konseptual maupun artistik), mengamati hal-hal lain yang mungkin terlewatkan, membangun sesuatu yang baru, menggunakan cara yang tidak biasa namun bekerja untuk membuat poin yang menarik (Brookhart, 2010). Jenis pemikiran kreatif dan produk yang dihasilkannya tidak terbatas untuk dilakukan. Apabila berpiki kritis berfokus pada pemecahan masalah, maka berpikir kreatif berfokus pada menyajikan sesuatu dengan cara yang baru. Berikut adalah sintaks yang harus dilakukan untuk dapat menilai proses berpikir kreatif (Brookhart, 2010).
  1. Mewajibkan siswa memproduksi beberapa ide baru atau produk baru, atau meminta siswa mengatur ide-ide yang telah ada dengan cara yang baru. Mengajarkan dua konten atau teks yang berbeda adalah salah satu cara untuk dapat melakukan ini.
  2. Biarkan siswa memilih jenis penilaian yang mereka inginkan untuk dinilai, sesuai target pembelajaran. Misalnya untuk memahami materi energi, siswa dapat memilih jenis penilaian kinerja, produk, atau yag lainnya yang sesuai untuk materi pembelajaran energi.
  3. Evaluasi pekerjaan siswa terhadap kriteria yang dibuat siswa sendiri serta kriteria konvensional. Karena tidak ada batasan untuk berpikir kreatif, maka tidak menutup kemungkinan siswa dapat membuat karya yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Tentu penilai tidak menyiapkan kriteria untuk karya yang tak diduga, oleh karenanya penilai dapat membuat kriteria berdasarkan karya yang dibuat siswa sendiri. Namun penilai tetap harus membandingkan hasil karya yang dibuat siswa dengan penilaian konvensional untuk dapat mengukur seberapa tingkak kreativitas yang ditunjukkan siswa.
Berikut adalah beberapa indikator bahwa siswa telah melakukan proses berpikir kreatif (dalam Brookhart, 2010).
-          Mengenali pengetahuan dasar yang penting dan terus bekerja untuk mengetahui hal baru.
-          Terbuka dan aktif mencari ide baru.
-          Mencari sumber informasi untuk ide di media yang luas, orang, dan kegiatan.
-          Mencari cara baru untuk mengorganisasikan ide menjadi katagori dan kombinasi yang berbeda, kemudian menganalisa apakah hasil yang ditunjukkan menarik, baru, atau berguna.
-          Melakukan trial and error ketika mereka tidak yakin bagaimana memproses sesuatu, menggunakan kegagalan menjadi kesempatan untuk belajar.
Satu sudut pandang tentang kreativitas menyatakan bahwa berpikir kreatif dan berpikir kritis adalah satu hal yang berbeda namun saling mempengaruhi. Noris dan Ennis (dalam Brookhart, 2010) menyebutkan bahwa kreativitas merupakan proses kreatif untuk mengumpulkan ide-ide baru, dan kemudian berpikir kritis mengambil alih untuk mengevaluasi seberapa sukses ide baru tersebut. Paham tersebut memandang berpikir kreatif memiliki sifat masuk akal, produktif, dan tidak dapat dievaluasi, sedangkan berpikir kritis memiliki sifat masuk akal, reflektive, dan dapat dievaluasi.
Pandangan lain disampaikan oleh Robinson (dalam Brookhart, 2010), menganggap bahwa berpikir kritis (evaluasi) merupakan bagian dari berpikir kreatif. Robinson menjelaskan bahwa setiap ilmu pasti sudah memiliki kriteria yang dapat dievaluasi. Ketika seseorang menggunakan kreaivitas untuk menciptakan hal yang baru, maka secara otomatis ia telah melakukan evaluasi (berpikir kritis) terhadap hal yang sudah ada sebelumnya.
Sudut pandang lain yang disampaikan oleh The Partnership (dalam Brookhart, 2010), yang menyatakan bahwa dalam proses berpikir kreatif, evaluasi sebagai bentuk berpikir kritis dapat disertakan dapat juga tidak. ini bergantung pada tujuan yang ingin dicapai melalui kedua proses tersebut. Walaupun berpikir kreatif dan berpikir kritis dipisahkan, pada akhirnya kedua proses tersebut akan berakhir bersamaan.
Contoh dari pemasalahan yang membutuhkan kemampuan berpikir kratif disampaikan oleh Brookhart (2010) sebagai berikut.
Sebuah perusahaan baru saja menggunakan lift sebagai sarana bagi pekerjanya untuk dapat naik-turun gedung dengan mudah tanpa menaiki tangga. Namun banyak pegawai yang mengeluh karena laju lift yang lamban sehingga waktu mereka terbuang. Tidak mungkin bagi perusahaan membongkar lift yang baru saja dipasang. Apa yang harus dilakukan?
Secara sederhana solusi atas permasalahan diatas adalah menonaktifkan lift atau meminta kesabaran pegawai. Namun tentu ada penyelesaian yang lebih kreatif atas permasalahan tersebut. Salah satu solusi kreatif yang dapat dilakukan adalah memasang kaca pada dinding lift tersebut. Brookhart menjelaskan ketika kaca dipasang, maka pegawai yang berada di dalam lift dapat teralihkan perhatiannya dengan mengecek penampilan mereka atau memperbaiki dasi. Ketika perhatian teralih, maka rasa bosan akan menunggu akan berkurang dan waktu didalam lift akan terasa cepat berlalu.

Contoh lain dari berpikir kreatif adalah ketika seseorang diminta untuk menghubungkan 9 titik seperti gambar dibawah menggunakan hanya 4 garis. Mungkinkan dilakukan?

Orang yang tidak berpikir kreatih tentu akan menjawab kalau itu tidak mungkin dilakukan. Namun orang yang berpikir kreatif akan selalu menemukan jalan untuk memecahkan semua permasalahan yang dihadapi, seperti gambar berikut.


2.5.Asesmen Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
Menurut Young dalam Khoiriah (2017) bahwa asesmen merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Terkait hal tersebut, asesmen harus mampu berfungsi sebagai wahana yang dapat memberikan perbaikan kepada siswa terhadap kesalahan yang dilakukan selama pembelajaran. Terkait dengan KBTT, asesmen diharapkan dapat menjadi sarana untuk dapat memahami tingkat kemampuan siswa, utamanya dalam aspek berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Berbagai jenis asesmen dapat digunakan untuk menilai KBTT, bergantung pada tujuan pembelajaran yang ingin dinilai. Salah satu jenis asesmen yang dapat dignakan adalah asesmen autentik. Autentik sendiri memiliki arti asli, nyata, riil, atau sebenarnya (KBBI, 2018). Dapat diartikan bahwa asesmen autentik adalah asesmen yang menilai berbagai aspek kemampuan dengan sebenar-benarnya. Kemendikbud (2013) menyatakan bahwa asesmen autentik merupakan asesmen yang dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) untuk menilai mulai dari masukan, proses, dan keluaran pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
2.5.1.      Instrumen
            Instrumen merupakan alat untuk mengumpulkan data atau informasi, sedangkan asesmen merupakan proses pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa (Popham dkk dalam Khoriah, 2017). Berdasarkan dari kedua pengertian tersebut, maka instrumen asesmen dapat didefinisikan sebagai alat asesmen atau alat penilaian.
            Intrumen yang digunakan pada asesmen KBTT dapat berupa instrumen tes dan non tes. Instrumen tes yang digunakan dapat berupa esay maupun objetif, bergantung dari aspek yang ingin dinilai. Apabila penilai hanya ingin menilai KBTT dari segi kognitif, maka objektif dapat digunakan. Apabila penilai ingin menilai aspek kognitif dan proses KBTT yang dimiliki siswa, maka disarankan untuk menggunakan tes objektif diperluas atau essai. Instrumen non tes yang digunakan contohnya adalah asesmen kinerja, proyek, produk, maupun portofolio.
2.5.2.      Indikator
Indikator untuk mengukur atau menilai KBTT sesuai dengan domain Taksonomi Bloom meliputi C4-C6 (Krathwohl dan Anderson, 2010) sebagai berikut.
Tabel 1. KBTT dalam Taksonomi Bloom Revisi
Kategori
Tingkatan Berpikir
Remembering (mengingat)
LOTS-Lower Order Thingking Skill

Understanding (memahami)
Applying (menerapan)
Analyzing (menganalisis)
HOTS-Higher Order Thingking Skill

Evaluating (menilai)
Creating (mencipta)
(Sumber: Krathworl dan Andrerson dalam Julianingsih, 2017).
Selain dimensi proses kognitif (mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta), dalam taksonomi bloom yang telah direvisi juga terdapat dimensi kognitif atau pengetahuan meliputi empat kategori pengetahuan yakni pengetahuan faktual (K1), pengetahuan konseptual (K2), pengetahuan prosedural (K3) dan pengetahuan metakognisi (K4) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3. Pengkategorian dimensi pengetahuan ini memiliki peranan penting dalam lingkup pembelajaran maupun pendidikan. Pengkategorian ini juga menunjukkan suatu hierarki atau tingkatan, yang berarti siswa mampu berpikir pada tahapan lebih tinggi apabila tahapan di bawahnya telah dikuasai. Dimensi pengetahuan muncul sebagai cognitive product atau hasil dari proses kognitif (Anderson dan Krathwohl dalam Khoiriah, 2017).
Tabel 2 Dimensi revisi Taksonomi Bloom dan contoh kata kerja operasional
untuk Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi.
Dimensi Pengetahuan (Knowledge Dimension)
Dimensi Proses Kognisi (The Cognitive Process Dimension)
C4 Analisis
(analyze)
C5 Penilaian
(evaluate)
C6 Penciptaan
(create)
Pengetahuan Faktual (PF)
C4 PF
Mengelompokkan
C5 PF
Membandingkan, menghubungkan
C6 PF
Menggabungkan
Pengetahuan Konseptual (PK)
C4 PK
Menjelaskan, Menganalisis
C5 PK
Mengkaji, Menafsirkan
C6 PK
Merencanakan
Pengetahuan Prosedural (PP)
C4 PP
Membedakan
C5 PP
Menyimpulkan, Meringkas
C6 PP
Mengobinasikan, Memformulasikan
Pengetahuan Metakognisi (PM)
C4 PM
Mewujudkan, Menemukan
C5 PM
Membuat urutan, Menilai
C6 PM
Merealisasikan
(Sumber: Anderson dan Krathwohl dalam Khoiriah, 2017).
            Menganalisis, melibatkan proses memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antar bagian-bagian dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Menganalisis meliputi proses kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. Mengevaluasi, didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi. Mengkreasi/ mencipta, melibatkan proses menyusun elemen-elemen menjadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional.


2.5.3.   Contoh Instrumen Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi
Tabel 3. Insrumen Penilaian Tingat Tinggi
No
KI
KD
Materi
Indikator
Soal
Skor
1
3.      Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan procedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
4.      Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori
3.5  Mememahami karakteristik zat, serta perubahan fisika dan kimia pada zat yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari
4.7     Melakukan penyelidikan untuk menentukan sifat larutan yang ada di lingkungan sekitar menggunakan indikator buatan maupun alami
Sifat asam basa larutan
1.      Peserta didik mampu mengelompokkan larutan berdasarkan sifat asam dan basa
2.      Peserta didik mampu membuat produk indikator alami asam basa


Seorang pembuat jamu memesan 1 botol air mineral untuk membuat jamu kunyit manis, kencur, dan beras yang dipesan langganannya. Ketika kurir pengantar air datang, penjual jamu dan kurir tersebut kebingungan karena terdapat 3 botol yang sama berisi larutan yang tampak sama dalam kotak yang dibawa oleh kurir. Ternyata selain membawa 1 botol air mineral, kurir tersebut juga membawa 1 botol larutan asam dan 1 botol larutan basa yang dipesan apotek disebelah rumah penjual jamu. Karena tidak terdapat pengenal, bagaimana cara penjual jamu dan kurir untuk membedakan air mineral, larutan asam, dan larutan basa tersebut?
0
Peserta didik tidak menemukan cara untuk membedakan larutan
2
Peserta didik membedakan dengan menebak tanpa alasan
3
Peserta didik membedakan larutan menggunakan indera tanpa menghasilkan produk (mencium aroma, menyentuh, atau merasakan)
4
Peserta didik membedakan larutan dengan membuat produk indikator alami asam basa dari kunyit


BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
1.        Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan untuk mengolah informasi secara berpikir kritis, logis, reflektif dan kreatif untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai situasi
2.        Terdapat 2 pengaruh yang terdapat dalam KBTT yakni kemampuan guru dan lingkungan. Selain itu terdapat pula 4 prinsip dan 6 latihan yang harus dipahami untuk dapat meningkatkan KBTT.
3.        Berpikir kritis bersifat masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan
4.        Berfikir kreatif berarti meletakkan sesuatu dalam cara yang baru (secara konseptual maupun artistik), mengamati hal-hal lain yang mungkin terlewatkan, membangun sesuatu yang baru, menggunakan cara yang tidak biasa namun bekerja untuk membuat poin yang menarik
5.        Kemampan berfikir tingkat tinggi dapat diasesmen menggunakan berbagai jenis asesmen, salah satunya adalah asesmen autentik. Instrumen yang digunakan dapat berupa instrumen tes maupun non tes dengan mengacu pada indikator menganailis (C4), menilai (C5), dan mencipta (C6)  dalam Taksonomi Bloom.

3.2.Saran
Keterampilan Berpikir tingkat tinggi mencangkup aspek yang sangat luas, tidak hanya berpikir kritis dan berpikir kreatif. Penulis menyarankan pembaca untuk mencari berbagai informasi terkait keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam berbagai aspek sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan diri.

DAFTAR PUSTAKA

Arthur lewis and David Smith. 1993. Defining High Order Thinking, Theory Into Practice, Collage           of Education: The Ohio State University, 32,  h. 136.
Heong, Y.M., Othman, W.D., Md Yunos, J., Kiong, T.T., Hassan, R., & Mohamad, M.M. 2011.     The Level Of Marzano Higher Order Thinking Skills Among Technical Education        Student.International Journal Of Social And Humanity, Vol. 1(2).
Istiyono, E., Mardapi, D., dan Suparno. Pengembangan Tes Kemanpuan Berpikir Tingkat Tinggi   Fisika (physTHOTS) Peserta Didik SMA. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan.     Universitas Negeri Yogyakarta.
Julianingsih, S. 2017. Pengembangan Instrumen Asesmen High Order Thinking Skill (HOTS) Untuk         Mengukur Dimensi Pengetahuan IPA Siswa Di SMP. Skripsi. FIKP : Universitas Lampung.
Khoiriah. 2017. Pengembangan Instrumen High Order Thinking Skills Untuk Menumbuhkan Self Regulated Learning Siswa SMP. Tesis. FIKP : Universitas Lampung.
Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl. 2010. Kerangka Landasan Untuk: Pembelajaran,    Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,  h. 120-130.
Pertiwi, R.D. 2014. Penerapan Constructive Controversy dan Modified Free Inquiry terhadap       HOTS Mahasiswa Pendidikan Biologi. Jurnal Formatif, Vol. 2, h. 102.
Wardana, N. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Ketahanmalangan       Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dan Pemahaman Konsep Fisika.
Brookhart, S. M. 2010. How to Asses Highe-Order Thinkung Skill in Your Classroom. USA: ASCD
Johnson, W. B. 2002. Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: MLC





Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH SOAL HOTS IPA SMP BERDASARKAN TAKSONOMI BLOOM DAN BLOOM REVISI - KISI-KISI, SOAL, KUNCI JAWABAN

INSTRUMEN PENILAIAN PROYEK - LKS, INSTRUMEN, RUBRIK PENILAIAN - INDIKATOR ASAM BASA