MAKALAH HIGH ORDER THINKING SKILL (HOTS)
HIGH ORDER THINKING SKILL
KEMAMPUAN BERPIKIR
TINGKAT TINGGI
OLEH
KADEK
YUNANDA LUXIANA PARWATA
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “High Order Thinking
Skill:
Kamampuan Berpikir Tingkat tinggi”. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
A.A.
Istri Agung Rai Sudiatmika selaku
dosen pengampu mata kuliah Asesmen
dan Evaluasi Pendidikan IPA yang
telah memberikan tugas makalah sehingga penulis dapat mengembangkan kemampuan
diri dalam menulis makalah.
2.
Rekan-rekan
mahasiswa Program Studi S2 Pendidikan IPA yang telah banyak memberikan masukan
untuk penyempurnaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
makalah ini belum sempurna seperti apa yang diharapkan, untuk itu mohon kritik
dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Om Santhi, Santhi, Santhi Om
Gianyar, November 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
PRAKATA............................................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1. Latar
Belakang................................................................................................ 1
1.2. Rumusan
Masalah........................................................................................... 2
1.3. Tujuan
Penelitian............................................................................................. 2
1.4. Manfaat
Penelitian.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 3
2.1.Definisi Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi (KBTT)............................... 3
2.2.Faktor yang mempegaruhi
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT).. 4
2.3.Berpikir kritis dalam
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)............ 6
2.4.Berpikir kreatif dalam
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)......... 8
2.5.Asesmen Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi (KBTT)............................. 11
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 15
3.1.Kesimpulan....................................................................................................... 15
3.2.Saran................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seperi yang telah kita ketahui bersama bahwa kurikulum
pendidikan yang saat ini diterapkan di Indonesia adalah kurikulum 2013. Menurut
Kemendikbud dalam kurikulum 2013, pola pembelajaran kurikulum 2013 menekankan
kepada high order thinking skill. Menurut
Zaini dalam Julianingsih (2017) berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan
berpikir yang mengkombinasikan anatar berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau dalam bahasa inggrisnya Higher
Order Thinking Skill adalah pola berpikir siswa dengan mengandalkan
kemampuan untuk menganalisis, mencipta, dan mengevaluasi semua aspek dan
masalah. Yunistika (2016) menambahkan bahwa keterampilan berpikir tingkat
tinggi merupakan salah satu modal utama bagi peserta didik dalam mempelajari
sains. Peserta didik membutuhkan keterampilan berpikir tertentu untuk
memecahkan masalah/fenomena yang terdapat dalam persoalan yang ditemukan dalam
mata pelajaran sains. Hal ini dikarenakan konsep-konsep sains erat kaitannya
dengan berbagai sistem kehidupan dan lingkungan yang kompleks.
Menurut taksonomi Bloom yang telah direvisi proses
kognitif terbagi menjadi kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order
Thinking) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking).
Kemampuan yang termasuk LOT adalah kemampuan C1: mengingat (remember), C2:
memahami (understand), dan C3: menerapkan (apply), sedangkan HOT meliputi
kemampuan C4: menganalisis (analyze), C5: mengevaluasi (evaluate), dan C6:
menciptakan (create) (Anderson dan Krathwohl dalam Istiyono dkk). Berdasarkan
tingkat berpikir tersebut maka diperlukan teknik penilaian yang terperinci
sesuai dengan indikator keterampilan berpikir tingkat tingkat (KBTT) pada
masing-masing domain taksonomi Bloom.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirasa perlu
untuk memahami tentang keterampilan berpikir tingkat tingkat (KBTT) yang
meliputi definisi, prinsip, teori dan penilaian KBTT agar sebagai pendidik
mampu menjalankan tuntutan dari kurikulum yang digunakan khususnya kurikulum
saat ini yaitu kurikulum 2013.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menarik
rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apakah definisi Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?
2. Apa saja faktor yang
mempegaruhi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?
3. Bagaimana peran berpikir
kritis dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?
4. Bagaimana peran berpikir
kreatif dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?
5. Bagaimana asesmen Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?
1.3.Tujuan
Tujuan yang ingin dicapain dari tulisan ini adalah
mengetahui hal-hal sebagai berikut.
1. Definisi Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi (KBTT)
2. Faktor yang mempegaruhi
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
3. Berpikir kritis dalam
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
4. Berpikir kreatif dalam
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
5. Asesmen Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi (KBTT)
1.4.Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan melalui makalah ini adalah
menjadi salah satu sumber informasi yang dapat digunakan sebagai referensi
dalam pemahaman mengenai keterampilan berpikir tingkat tinggi (KBTT) dan
asesmen yang digunakan pada KBTT tersebut sebelum menerapkannya dilapangan dan
sebagai referensi dalam meningkatkan cara mengukur peningkatan prestasi peserta
didik sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 tentang pola pembelajaran high order thinking skill.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
Terdapat
tiga istilah yang berkaitan dengan keterampilan berpikir, yang sebenarnya cukup
berbeda; yaitu berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), berpikir
kompleks (complex thinking), dan berpikir kritis (critical thinking).
Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak
dibutuhkan pada proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term memory.
Berpikir kompleks Berpikir kritis merupakan salah satu jenis
berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik. Lawan dari berpikir kritis
adalah berpikir kreatif, yaitu jenis berpikir divergen, yang bersifat menyebar
dari suatu titik. adalah proses kognitif yang melibatkan banyak tahapan atau
bagian-bagian (Rianawati, 2011).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai
penggunaan pikiran secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan
berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi
baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau
kemungkinan jawaban dalam situasi baru (Heong dkk, 2011). Berpikiir tingkat
tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi daripada sekedar menghafalkan
fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorangpersis seperti sesuatu itu
disampaikan kepada kita. Wardana (2010) mengatakan bahwa kemampuan berpikir
tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam
usaha mengeksplorasi pengalaman yang kompleks, reflektif dan kreatif yang
dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang
meliputi tingkat berpikir analitis, evaluatif, dan mencipta.
Menurut Ibid dalam yunistika (2016) definisi keterampilan
berpikir tingkat tinggi didapatkan dari hasil investigasi terhadap tiga area
yang memberikan kontribusi dalam memahami keterampilan berpikir tingkat tinggi
dengan lebih baik. Adapun ketiga area tersebut antara lain yaitu: (a) pandangan
yang berbeda dari filsuf dan psikolog terhadap keterampilan berpikir tingkat
tinggi; (b) usaha untuk membedakan antara keterampilan berpikir tingkat rendah
dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan (c) sebuah gambaran yaitu
mengenai hubungan antara berpikir kritis dan berpikir pemecahan masalah dengan
istilah keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Menurut Piaget dalam Yunistika (2016), keterampilan
berpikir tingkat tinggi bersifat abstrak dan logis. Abstrak yang dimaksud oleh
Piaget adalah “terlepas dari persepsi dan tindakan yang rata-rata dilakukan”.
Berpikir yang terikat pada satu persepsi atau aksi tertentu merupakan
keterampilan berpikir tingkat rendah seperti contoh pada tahap sensori motorik
atau praoperasional. Berpikir dengan lebih sedikit terikat pada persepsi dan
tindakan merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hal ini dapat
dicontohkan seperti berpikir konkrit dan operasional formal. Dengan kata lain,
keterampilan berpikir tingkat tinggi yang abstrak dan logis menuntut anak yang
dalam hal ini peserta didik untuk mampu berpikir konkret dan operasional
formal.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi muncul ketika
seseorang menerima informasi baru dan informasi tersebut dimasukkan ke dalam
memori dan informasi tersebut dikaitkan antara satu dengan yang lain untuk
mencapai sebuah tujuan atau menemukan jawaban yang memungkinkan dalam menjawab
sebuah situasi yang membingungkan (Lewis dan Smith, 1993). Selanjutnya Pertiwi
(2014) menjelaskan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi berpikir
kritis, logis, reflektif dan kreatif. Keterampilan berpikir tingkat tinggi
diaktivasi ketika individu mendapatkan masalah. Masalah yang sangat kompleks
sering membutuhkan solusi yang kompleks dimana diperoleh dari proses berpikir
tingkat tinggi.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, dapat ditarik
suatu pemahaman bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan
untuk mengolah informasi secara berpikir kritis, logis, reflektif dan kreatif
untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai situasi. Dalam tulisan ini, KBTT
difokuskan pada keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
2.2.Faktor yang Mempegaruhi Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi (KBTT)
Menurut Stephen dalam Yunistika (2016) untuk mencapai
keterampilan berpikir tingkat tinggi oleh peserta didik dalam sebuah
pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut diantaranya
adalah perbedaan pegetahuan dan keterampilan guru, serta pengaruh lingkungan.
Guru memegang tugas yang penting sebagai fasilitator dan
pembimbing dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya semakin berpendidikan
tinggi dan berpengalaman seorang guru akan memberikan pengaruh dalam
mengajarkan keterampilan berpikir tingkat tinggi kepada peserta didik. Guru
yang telah lebih banyak memahami isu-isu pedagogik serta menjadi ahli dalam
bidang tersebut akan memberikan proses pembelajaran dengan menjadikan
keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai tujuan pengajaran serta akan
diajarkan dengan frekuensi yang lebih banyak dibandingkan dengan guru yang
lebih kurang pengetahuan dan keterampilannya dalam mengajar.
Pengaruh yang diberikan oleh lingkungan sangat beragam.
Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di luar guru dan siswa
itu sendiri. Seperti contoh aturan birokrasi tempat guru mengajar yang
bertujuan terlalu membiasakan pekerjaan yang dilakukan oleh guru akan
menurunkan semangat guru untuk mengajarkan keterampilan berpikir tingkat tinggi
sebagai tujuan pengajaran kepada siswa. Sehingga, dengan kata lain guru hanya
dibiarkan menggunakan model/metode lama dalam mengajar.
Selain faktor-faktor diatas, terdapat beberapa prinsip
yang harus dipahami dalam penerapan KBTT. Prinsip tersebut adalah sebagai
berikut.
-
Keterampilan berpikir tidak otomatis dimiliki siswa.
-
Keterampilan berpikir bukan merupakan hasil langsung
dari pembelajaran suatu bidang studi.
-
Pada kenyataannya siswa jarang melakukan transfer
sendiri keterampilan berpikir ini, sehingga perlu adanya latihan terbimbing.
-
Pembelajaran keterampilan berpikir memerlukan model
pembelajaran yang berpusat kepada siswa (student-centered).
Prinsip-prinsip
tersebut menjelaskan bahwa KBTT memerlukan proses pengolahan informasi yang
mendalam dan tidak “muncul” begitu saja. Untuk memiliki kemampuan pengolahan
informasi yang baik, maka diperlukan adanya latihan untuk melatihkan kompetensi
berpikir tingkat tinggi siswa. Menurut Adang (1985), Suastra & Kariasa
(2001), siswa hendaknya diberi kesempatan sebagai berikut.
-
Mengajukan pertanyaan yang mengundang berpikir selama
proses belajar mengajar berlangsung.
-
Membaca buku-buku yang mendorong untuk melakukan studi
lebih lanjut.
-
Memodifikasi atau menolak usulan yang orisinil dari
temannya, guru atau dari buku pelajaran.
-
Merasa bebas dalam mengajukan tugas pengganti yang
mempunyai potensi kreatif dan kritis.
-
Menerima pengakuan yang sama untuk berpikir kreatif
dan kritis seperti juga untuk hasil belajar yang berupa mengingat.
-
Memberikan jawaban yang tidak sama persis dengan yang
ada dalam buku, namun konsep atau prinsipnya benar.
Adanya pengaruh yang positif dari berbagai faktor dan
latihan yang intensif diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan KBTT.
2.3.Berpikir Kritis dalam Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi (KBTT)
Salah satu jenis berpikir
tingkat tinggi adalah berpikir kritis
(Yunistika, 2016; Pertiwi, 2014). Berpikir kritis bersifat
masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang harus dipercaya atau
dilakukan (Brookhart, 2010). Yunistika (2016)
menyebutkan bahwa istilah keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan gambaran
mengenai hubungan antara berpikir kritis dan pemecahan masalah. Dengan kata
lain dalam KBTT, kemampuan berpikir kritis berfokus pada kemampuan seseorang
memecahkan masalah (Problem Solving) yang
dihadapi. Brookhart (2010) merumuskan 5 langkah IDEAL memecahkan masalah dengan
berpikir kritis sebagai berikut.
I Identify the problem. Identifikasi
masalah
D Define and represent the problem.
Mendefinisikan dan menetapkan masalah.
E Explore possible Strategies.
Mengeksplorasi strategi yang mungkin dilakukan.
A Act on the strategies. Menerapkan
strategi yang dipilih.
L Look back and evaluate the effects of your
activities. Melihat kembali dan mengevaluasi kegiatan yng dilakukan.
Sama
seperti prinsip KBTT, kemampuan berpikir kritis tidak otomatis dimiliki siswa
dan memerlukan latihan. Membaca soal-soal berpikir kritis tidak akan membuat
siswa memiliki kemampuan berpikir kritis begitu saja. Diperlukan proses berpikir
yang mendalam dan latihan berulang-ulang. Johnson (2002) mengungkapkan 8
langkah yang dapat digunakan untuk melatih proses berpikir kritis. Kedelapan
langkah ini disusun dalam bentuk pertanyaan yang sistematis (berurutan) untuk
meneliti secara menyeluruh setiap masalah, isu, proyek, atau keputusan yang
dihadapi. Kedelapan pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.
1.Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan
yang sedang dipertimbangkan? Ungkapkan dengan jelas.
2.
Apa sudut pandangnya?
Sudut pandang memaksa seseorang menempatkan diri pada posisi tertentu sehingga
solusi yang diharapkan menjadi terfokus untuk satu tujuan.
3.
Apa alasan yang
diajukan? Tugas pemikir kritis adalah mengidentifikasi dan bertanya alasan
dibalik masalah yang ditemukan.
4.
Asumsi-asumsi apa saja
yang dibuat? Asumsi adalah ide-ide yang dapat diterima dalam permasalahan dan
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
5.
Apakah bahasanya jelas?
Seorang pemikir harus mampu memahami permasalahn yang dihadapi untuk dapat
mengkritisinya. Bahasa yang tidak jelas dapat menyebabkan miskonsepsi terhadap
asumsi.
6.
Apakah alasan
didasarkan pada bukti-bukti yang menyakinkan?
7.
Apakah kesimpulan yang
dapat diambil? Kesimpulan yang diambil harus memberikan solusi dari isu,
masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang dipertimbangkan, utamanya dari
sudut pandang pemikir.
8.
Apakah implikasi dari
kesimpuan yang diambil? Pemikir kritis harus memperkirakan segala kemungkinan
yang dapat terjadi dalam menerapkan suatu pemecahan terhadap isu, masalah,
keputusan, atau kegiatan yang sedang dipertimbangkan
Berikut
adalah contoh permasalahan yang membutuhkan proses KBTT berpikir kritis.
Apakah persamaan hewan-hewan berikut.
(1) Gajah, (1) Jerapah, (3) Tikus, (4) Monyet, (5)
Cicak, (6) Ayam?
Proses
berpikir kritis dalam pemecahan masalah diawali dengan identifikasi masalah.
Masalah yang ditemukan adalah mencari persamaan berbagai jenis hewan. Selanjutnya
mendefinisikan dan
menetapkan masalah. Diketahui bahwa hewan yang disajikan dalam masalah berasal
dari spesies yang berbeda, setiap spesies yang berbeda memiliki ciri fisik yang
berbeda pula, maka dapat ditetapkan bahwa masalah dapat ditinjau dari ciri-ciri
fisik hewan tersebut.
Setelah pokok permasalahan ditetapkan, selanjutnya mengeksplorasi
strategi yang mungkin dilakukan. Ditetapkan masalah ditinjau berdasarkan ciri
hewan, maka strategi yang harus ditetapkan adalah mengklasifikasi bagian-bagian
tubuh yang dimiliki hewan. Setelah diklasifikasi, dapat diketahui bahwa keenam
hewan tersebut memiliki satu bagian tubuh yang sama, yakni ekor. Langkah
terakhir adalah mengevaluasi apakah seluruh hewan yang terdapat di ambar
benar-benar memiliki ekor. Setelah melakukan evaluasi, dapat dibuktikan bahwa
persamaan keena hewan tersebut adalah sama-sama memiliki ekor.
2.4.Berpikir Kreatif dalam Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi (KBTT)
Berpikir
kreatif merupakan salah satu ciri KBTT (Wardana 2010; Pertiwi 2014). Kreatif berarti meletakkan sesuatu
dalam cara yang baru (secara konseptual maupun artistik), mengamati hal-hal
lain yang mungkin terlewatkan, membangun sesuatu yang baru, menggunakan cara
yang tidak biasa namun bekerja untuk membuat poin yang menarik (Brookhart, 2010). Jenis
pemikiran kreatif dan produk yang dihasilkannya tidak terbatas untuk dilakukan. Apabila berpiki kritis berfokus pada pemecahan
masalah, maka berpikir kreatif berfokus pada menyajikan sesuatu dengan cara
yang baru. Berikut adalah sintaks yang harus dilakukan
untuk dapat menilai proses berpikir kreatif (Brookhart, 2010).
- Mewajibkan
siswa memproduksi beberapa ide baru atau produk baru, atau meminta siswa
mengatur ide-ide yang telah ada dengan cara yang baru. Mengajarkan dua
konten atau teks yang berbeda adalah salah satu cara untuk dapat melakukan
ini.
- Biarkan
siswa memilih jenis penilaian yang mereka inginkan untuk dinilai, sesuai
target pembelajaran. Misalnya untuk memahami materi energi, siswa dapat
memilih jenis penilaian kinerja, produk, atau yag lainnya yang sesuai
untuk materi pembelajaran energi.
- Evaluasi
pekerjaan siswa terhadap kriteria yang dibuat siswa sendiri serta kriteria
konvensional. Karena tidak ada batasan untuk berpikir kreatif, maka tidak menutup kemungkinan siswa
dapat membuat karya yang tidak
pernah terpikirkan sebelumnya. Tentu penilai tidak menyiapkan kriteria untuk
karya yang tak diduga, oleh karenanya penilai dapat membuat kriteria
berdasarkan karya yang dibuat siswa sendiri.
Namun penilai tetap harus membandingkan hasil karya yang dibuat siswa
dengan penilaian konvensional untuk dapat mengukur seberapa tingkak
kreativitas yang ditunjukkan siswa.
Berikut adalah beberapa
indikator bahwa siswa telah melakukan proses berpikir kreatif (dalam Brookhart, 2010).
-
Mengenali pengetahuan dasar
yang penting dan terus bekerja untuk mengetahui hal baru.
-
Terbuka dan aktif mencari ide
baru.
-
Mencari sumber informasi
untuk ide di media yang luas, orang, dan kegiatan.
-
Mencari cara baru untuk
mengorganisasikan ide menjadi katagori dan kombinasi yang berbeda, kemudian
menganalisa apakah hasil yang ditunjukkan menarik, baru, atau berguna.
-
Melakukan trial and error ketika mereka tidak
yakin bagaimana memproses sesuatu, menggunakan kegagalan menjadi kesempatan
untuk belajar.
Satu sudut pandang tentang
kreativitas menyatakan bahwa berpikir kreatif dan berpikir kritis adalah satu
hal yang berbeda namun saling mempengaruhi. Noris dan Ennis (dalam Brookhart, 2010) menyebutkan bahwa
kreativitas merupakan proses kreatif untuk mengumpulkan ide-ide baru, dan
kemudian berpikir kritis mengambil alih untuk mengevaluasi seberapa sukses ide
baru tersebut. Paham tersebut memandang berpikir kreatif memiliki sifat masuk
akal, produktif, dan tidak dapat dievaluasi, sedangkan berpikir kritis memiliki
sifat masuk akal, reflektive, dan dapat dievaluasi.
Pandangan lain disampaikan
oleh Robinson (dalam Brookhart, 2010),
menganggap bahwa berpikir kritis (evaluasi) merupakan bagian dari berpikir
kreatif. Robinson menjelaskan bahwa setiap ilmu pasti sudah memiliki kriteria
yang dapat dievaluasi. Ketika seseorang menggunakan kreaivitas untuk menciptakan
hal yang baru, maka secara otomatis ia telah melakukan evaluasi (berpikir
kritis) terhadap hal yang sudah ada sebelumnya.
Sudut pandang lain yang
disampaikan oleh The Partnership (dalam Brookhart,
2010), yang menyatakan bahwa
dalam proses berpikir kreatif, evaluasi sebagai bentuk berpikir kritis dapat
disertakan dapat juga tidak. ini bergantung pada tujuan yang ingin dicapai
melalui kedua proses tersebut. Walaupun berpikir kreatif dan berpikir kritis
dipisahkan, pada akhirnya kedua proses tersebut akan berakhir bersamaan.
Contoh
dari pemasalahan yang membutuhkan kemampuan berpikir kratif disampaikan oleh
Brookhart (2010) sebagai berikut.
Sebuah perusahaan baru saja menggunakan lift sebagai sarana bagi pekerjanya
untuk dapat naik-turun gedung dengan mudah tanpa menaiki tangga. Namun banyak
pegawai yang mengeluh karena laju lift
yang lamban sehingga waktu mereka terbuang. Tidak mungkin bagi perusahaan
membongkar lift yang baru saja
dipasang. Apa yang harus dilakukan?
Secara
sederhana solusi atas permasalahan diatas adalah menonaktifkan lift atau meminta kesabaran pegawai.
Namun tentu ada penyelesaian yang lebih kreatif atas permasalahan tersebut.
Salah satu solusi kreatif yang dapat dilakukan adalah memasang kaca pada
dinding lift tersebut. Brookhart menjelaskan ketika kaca dipasang, maka pegawai
yang berada di dalam lift dapat
teralihkan perhatiannya dengan mengecek penampilan mereka atau memperbaiki
dasi. Ketika perhatian teralih, maka rasa bosan akan menunggu akan berkurang
dan waktu didalam lift akan terasa
cepat berlalu.
Contoh lain dari berpikir kreatif adalah ketika seseorang diminta untuk menghubungkan 9 titik seperti gambar dibawah menggunakan hanya 4 garis. Mungkinkan dilakukan?
Orang yang tidak berpikir kreatih tentu akan menjawab kalau itu tidak mungkin dilakukan. Namun orang yang berpikir kreatif akan selalu menemukan jalan untuk memecahkan semua permasalahan yang dihadapi, seperti gambar berikut.
2.5.Asesmen Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
Menurut Young dalam Khoiriah (2017) bahwa asesmen
merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar
siswa. Terkait hal tersebut, asesmen harus mampu berfungsi sebagai wahana yang
dapat memberikan perbaikan kepada siswa terhadap kesalahan yang dilakukan
selama pembelajaran. Terkait dengan KBTT, asesmen diharapkan dapat menjadi
sarana untuk dapat memahami tingkat kemampuan siswa, utamanya dalam aspek berpikir
kritis dan berpikir kreatif.
Berbagai jenis asesmen dapat digunakan untuk menilai
KBTT, bergantung pada tujuan pembelajaran yang ingin dinilai. Salah satu jenis
asesmen yang dapat dignakan adalah asesmen autentik. Autentik sendiri memiliki
arti asli, nyata, riil, atau sebenarnya (KBBI, 2018). Dapat diartikan bahwa
asesmen autentik adalah asesmen yang menilai berbagai aspek kemampuan dengan
sebenar-benarnya. Kemendikbud (2013) menyatakan bahwa asesmen autentik
merupakan asesmen yang dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) untuk menilai
mulai dari masukan, proses, dan keluaran pembelajaran, yang meliputi ranah
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
2.5.1. Instrumen
Instrumen merupakan alat untuk mengumpulkan data atau
informasi, sedangkan asesmen merupakan proses pengumpulan informasi yang
berkaitan dengan pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh
guru untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa (Popham dkk dalam
Khoriah, 2017). Berdasarkan dari kedua pengertian tersebut, maka instrumen
asesmen dapat didefinisikan sebagai alat asesmen atau alat penilaian.
Intrumen yang digunakan pada asesmen KBTT dapat berupa
instrumen tes dan non tes. Instrumen tes yang digunakan dapat berupa esay
maupun objetif, bergantung dari aspek yang ingin dinilai. Apabila penilai hanya
ingin menilai KBTT dari segi kognitif, maka objektif dapat digunakan. Apabila
penilai ingin menilai aspek kognitif dan proses KBTT yang dimiliki siswa, maka
disarankan untuk menggunakan tes objektif diperluas atau essai. Instrumen non
tes yang digunakan contohnya adalah asesmen kinerja, proyek, produk, maupun
portofolio.
2.5.2. Indikator
Indikator untuk mengukur atau menilai KBTT sesuai dengan
domain Taksonomi Bloom meliputi C4-C6 (Krathwohl dan Anderson, 2010) sebagai
berikut.
Tabel 1. KBTT dalam
Taksonomi Bloom Revisi
Kategori
|
Tingkatan Berpikir
|
Remembering (mengingat)
|
LOTS-Lower Order
Thingking Skill
|
Understanding (memahami)
|
|
Applying (menerapan)
|
|
Analyzing (menganalisis)
|
HOTS-Higher Order
Thingking Skill
|
Evaluating (menilai)
|
|
Creating (mencipta)
|
(Sumber: Krathworl dan Andrerson
dalam Julianingsih, 2017).
Selain dimensi proses kognitif (mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta), dalam taksonomi
bloom yang telah direvisi juga terdapat dimensi kognitif atau pengetahuan
meliputi empat kategori pengetahuan yakni pengetahuan faktual (K1), pengetahuan konseptual (K2), pengetahuan prosedural (K3) dan pengetahuan metakognisi (K4) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Pengkategorian dimensi pengetahuan ini memiliki peranan penting dalam lingkup
pembelajaran maupun pendidikan. Pengkategorian ini juga menunjukkan suatu hierarki
atau tingkatan, yang berarti siswa mampu berpikir pada tahapan lebih tinggi
apabila tahapan di bawahnya telah dikuasai. Dimensi pengetahuan muncul sebagai cognitive product atau hasil dari proses
kognitif (Anderson dan Krathwohl dalam Khoiriah, 2017).
Tabel 2 Dimensi revisi
Taksonomi Bloom dan contoh kata kerja operasional
untuk Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi.
Dimensi Pengetahuan (Knowledge
Dimension)
|
Dimensi Proses Kognisi (The Cognitive Process Dimension)
|
||
C4 Analisis
(analyze)
|
C5 Penilaian
(evaluate)
|
C6 Penciptaan
(create)
|
|
Pengetahuan Faktual (PF)
|
C4 PF
Mengelompokkan
|
C5 PF
Membandingkan,
menghubungkan
|
C6 PF
Menggabungkan
|
Pengetahuan Konseptual
(PK)
|
C4 PK
Menjelaskan, Menganalisis
|
C5 PK
Mengkaji, Menafsirkan
|
C6 PK
Merencanakan
|
Pengetahuan Prosedural
(PP)
|
C4 PP
Membedakan
|
C5 PP
Menyimpulkan, Meringkas
|
C6 PP
Mengobinasikan,
Memformulasikan
|
Pengetahuan Metakognisi
(PM)
|
C4 PM
Mewujudkan, Menemukan
|
C5 PM
Membuat urutan, Menilai
|
C6 PM
Merealisasikan
|
(Sumber: Anderson dan Krathwohl dalam Khoiriah, 2017).
Menganalisis,
melibatkan proses memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian kecil dan
menentukan bagaimana hubungan antar bagian-bagian dan antara setiap bagian dan
struktur keseluruhannya. Menganalisis meliputi proses kognitif membedakan,
mengorganisasi, dan mengatribusikan. Mengevaluasi, didefinisikan sebagai
membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria-kriteria yang
paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi dan
konsistensi. Mengkreasi/ mencipta, melibatkan proses menyusun elemen-elemen
menjadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional.
2.5.3. Contoh Instrumen Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi
Tabel 3. Insrumen Penilaian Tingat Tinggi
No
|
KI
|
KD
|
Materi
|
Indikator
|
Soal
|
Skor
|
|
1
|
3.
Memahami
pengetahuan (faktual, konseptual, dan procedural) berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena
dan kejadian tampak mata.
4. Mencoba, mengolah, dan
menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi,
dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan
mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama
dalam sudut pandang/teori
|
3.5
Mememahami
karakteristik zat, serta perubahan fisika dan kimia pada zat yang dapat
dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari
4.7
Melakukan
penyelidikan untuk menentukan sifat larutan yang ada di lingkungan sekitar
menggunakan indikator buatan maupun alami
|
Sifat asam basa larutan
|
1.
Peserta
didik mampu mengelompokkan larutan berdasarkan sifat asam dan basa
2.
Peserta
didik mampu membuat produk indikator alami asam basa
|
Seorang pembuat jamu
memesan 1 botol air mineral untuk membuat jamu kunyit manis, kencur, dan
beras yang dipesan langganannya. Ketika kurir pengantar air datang, penjual
jamu dan kurir tersebut kebingungan karena terdapat 3 botol yang sama berisi
larutan yang tampak sama dalam kotak yang dibawa oleh kurir. Ternyata selain
membawa 1 botol air mineral, kurir tersebut juga membawa 1 botol larutan asam
dan 1 botol larutan basa yang dipesan apotek disebelah rumah penjual jamu.
Karena tidak terdapat pengenal, bagaimana cara penjual jamu dan kurir untuk
membedakan air mineral, larutan asam, dan larutan basa tersebut?
|
0
|
Peserta didik tidak
menemukan cara untuk membedakan larutan
|
2
|
Peserta didik membedakan
dengan menebak tanpa alasan
|
||||||
3
|
Peserta didik membedakan
larutan menggunakan indera tanpa menghasilkan produk (mencium aroma,
menyentuh, atau merasakan)
|
||||||
4
|
Peserta didik membedakan
larutan dengan membuat produk indikator alami asam basa dari kunyit
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan
untuk mengolah informasi secara berpikir kritis, logis, reflektif dan kreatif
untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai situasi
2.
Terdapat 2 pengaruh yang terdapat dalam KBTT yakni kemampuan guru dan lingkungan. Selain itu
terdapat pula 4 prinsip dan 6 latihan yang harus dipahami untuk dapat
meningkatkan KBTT.
3.
Berpikir kritis bersifat
masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan
4.
Berfikir kreatif berarti meletakkan sesuatu
dalam cara yang baru (secara konseptual maupun artistik), mengamati hal-hal
lain yang mungkin terlewatkan, membangun sesuatu yang baru, menggunakan cara
yang tidak biasa namun bekerja untuk membuat poin yang menarik
5.
Kemampan berfikir tingkat tinggi dapat diasesmen
menggunakan berbagai jenis asesmen, salah satunya adalah asesmen autentik.
Instrumen yang digunakan dapat berupa instrumen tes maupun non tes dengan mengacu
pada indikator menganailis (C4), menilai (C5), dan mencipta (C6) dalam Taksonomi Bloom.
3.2.Saran
Keterampilan Berpikir tingkat tinggi mencangkup aspek
yang sangat luas, tidak hanya berpikir kritis dan berpikir kreatif. Penulis
menyarankan pembaca untuk mencari berbagai informasi terkait keterampilan
berpikir tingkat tinggi dalam berbagai aspek sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur lewis and David
Smith. 1993. Defining High Order Thinking, Theory Into Practice, Collage of
Education: The Ohio State University, 32,
h. 136.
Heong, Y.M., Othman, W.D.,
Md Yunos, J., Kiong, T.T., Hassan, R., & Mohamad, M.M. 2011. The Level Of Marzano Higher Order
Thinking Skills Among Technical Education Student.International
Journal Of Social And Humanity, Vol. 1(2).
Istiyono, E., Mardapi, D.,
dan Suparno. Pengembangan Tes Kemanpuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika (physTHOTS) Peserta Didik SMA.
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Universitas
Negeri Yogyakarta.
Julianingsih, S. 2017. Pengembangan
Instrumen Asesmen High Order Thinking Skill (HOTS) Untuk Mengukur Dimensi Pengetahuan IPA Siswa
Di SMP. Skripsi. FIKP : Universitas Lampung.
Khoiriah. 2017. Pengembangan
Instrumen High Order Thinking Skills Untuk Menumbuhkan Self Regulated Learning Siswa SMP. Tesis. FIKP :
Universitas Lampung.
Lorin W. Anderson dan David
R. Krathwohl. 2010. Kerangka Landasan
Untuk: Pembelajaran, Pengajaran, dan
Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
h. 120-130.
Pertiwi, R.D. 2014. Penerapan
Constructive Controversy dan Modified Free Inquiry terhadap HOTS
Mahasiswa Pendidikan Biologi. Jurnal Formatif, Vol. 2, h. 102.
Wardana, N. 2010. Pengaruh
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Ketahanmalangan Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dan Pemahaman Konsep
Fisika.
Brookhart, S. M. 2010. How to Asses Highe-Order Thinkung Skill in
Your Classroom. USA: ASCD
Johnson, W. B. 2002. Contextual Teaching & Learning:
Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: MLC
Komentar
Posting Komentar